Belajar Bermanfaat
Khairunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain
Berusaha bermanfaat bagi orang disekitar, kejayaan Islam, kebangkitan Indonesia dan diri sendiri...
Berusaha bermanfaat bagi orang disekitar, kejayaan Islam, kebangkitan Indonesia dan diri sendiri...
Berusaha bermanfaat bagi orang disekitar, kejayaan Islam, kebangkitan Indonesia dan diri sendiri..
Jumat, 22 Maret 2013
Senin, 25 Februari 2013
Menjadi Insan Pembelajar Sejati
Bismillahirrahmanirrahim....
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Apakabar semuanya???
Sudah dihitungkah berapa banyak nikmat yang kamu rasakan hari ini?? Ehm,, sudah sudah tak usah dihitung-hitung deh,, sampe botak juga ga bisa ngitungnya.. hhe,, mending BERSYUKUR aja yuk. Alhamdulillah :)
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Apakabar semuanya???
Sudah dihitungkah berapa banyak nikmat yang kamu rasakan hari ini?? Ehm,, sudah sudah tak usah dihitung-hitung deh,, sampe botak juga ga bisa ngitungnya.. hhe,, mending BERSYUKUR aja yuk. Alhamdulillah :)
Hari ini As mau berbagi sedikit ilmu yang As dapetin
di KISS kamis kemarin..
apaan tuh KISS?? Bukan yg ditipi itu loh ya,, KISS ini beda.. KISS kreasinya
orang-orang kece di MUA.. Kajian Islam Kamis Sore.. tiap kamis sore rutin loh
diadain pas hari kuliah aktif, great kan. Jadi kalo lg lowong dikamis sore,
dateng aja ke Masjid Ulul Albaab kampus B UNJ (deket velodrome, sebrang Arion,
hihi), in syaa Allah bermanfaat.
Lanjut yuk, kamis kemaren KISS ngangkat tema “Menjadi
Insan Pembelajar Sejati”. Yang ngebawain Ustad Bendri Jaisyurrahman, bisa
dibilang ustad KISS banget juga,, hehe.
Kata Ustad Bendri, kenapa sih manusia harus belajar??
mau tau jawabannya?? Mau banged?? Mauu?? Mau?? As ga pelit kok,, hehe.. cekidot nihh.
mau tau jawabannya?? Mau banged?? Mauu?? Mau?? As ga pelit kok,, hehe.. cekidot nihh.
Manusia harus belajar karena :
(1) Fitrahnya manusia ya memang belajar.
Karena belajar
itu memanusiakan manusia. Persis nih kata dosen PIP As. Ya memang, saat
manusia belajar, barulah ia dikatakan manusia, ekstrimnya gitu. Kalo dia ga mau
belajar, berarti dia gak menggunakan akalnya, padahal akal kan yang membedakan
kita dengan hewan. Kalo kita ga menggunakan akal, berarti kita sama kayak
-------
(2) Manusia telah diberikan sebaik-baik potensi.
Manusia memiliki 1 triliun (1.000.000.000.000), kurg
gak tuh nol’y, ya itu deh, 1 triliun, 1
triliun sel otak sejak lahir. Siput aja hanya punya 8 sel otak, tapi punya
radar yang bagus. Radar yg membuat dia langsung memasukn badannya ke rumahnya
kalo dia merasa ada orang/benda/makhluk yang mendekatinya. Lebah punya 7.000
sel otak, tapi dia mampu untuk menentukan tempat yang terbaik untuk membuat
sarang. Belum pernah kan liat lebah buat sarang di selokan?? Hmm hmm... Menurut
penelitian, lupa penelitian siapa, ga As tulis ap yg ustadny bilang, saking
takjubnya. Kalau otak manusia dipakai tiap detik, tiap detik ya, baru akan
penuh 3/30 juta tahun kemudian (maap As lupa lagi, 3/30 juta tahun). Tapi kalo
kita ambil yg terkecil 3juta tahun, jelas itu lama bagd, usia kita ga sampai
segitu juga, dan otak kita kaykny ga digunain tiap detik juga, hmm hmm. Nah,
jadi kata ustad Bendri, ga ada lagi tuh alasan tuk bilang “otak ane tidak mampu
lagi untuk menghapal Al-Qur’an”.. Stok kosong otak kita masih banyak..
Tamparan, bahkan pukulan utk As juga ini.
Ada secuil kisah nih
tentang Zaid bin Tsabit. Jadi waktu masih kecil sahabat ini pernah ditolak utk
berjihad. Dan dia langsung sedih dan menangis.. Ya Allah, anak kecil nangis
karena ditolak utk berjihad. Semoga Allah merahmatinya. Akhirnya ibunya
menasehatinya untuk mengganti jihadnya dengan menhafalkan Al-Qur’an. Dan dia
pun menghafalkannya, 17 juz dalam waktu 2 hari.. Subhanallah. Kemudian ia
menyetorkan hafalanny ke Rasulullah. Setelah itu Rasul menantangnya lagi utk
belajar bahasa asing. Dan selama 7 hari ia sudah mampu menguasainya. Dan akhirnya,
pada usia 21 tahun, dia mendapatkan tugas mulia yang amat besar. Yaitu mengumpulkan
dan membukukan Al-Qur’an. Betapa ia benar-benar dan sungguh-sungguh dalma
memanfaatkan jutaan sel otak yang telah Allah berikan.
Ingat, diakhirat nanti kita akan dimintai
pertanggunjawaban.. Bertanggung jawab sudah kita apakan potensi yang telah
diberikan Allah tuk kita.
(3) Meninggikan derajat manusia.
Allah Ta’ala berfirman:
“…… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…..” (Al Mujadilah:11)
“…… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…..” (Al Mujadilah:11)
Adalagi kisah tentang
Ibnu Abbas ra, yang saat berusia 15 tahun, sudah dikatakan sebagai pemuda yang berjiwa syekh. Fatwa-fatwanya
selalu tepat. Misalnya, saat ada seorang kakek yg bertanya padany boleh tidak
mencium istrinya di siang hari di bulan Ramadhan, Ibnu Abbas ra membolehkannya,
sementara saat ada seorang pemuda yang bertanya hal yang sama, Ibnu Abbas ra
menjawab “tidak boleh”. Karena saat kakek mencium istrinya, sudah berhenti
disitu saja. Sementara kalau si pemuda, dia akan memiliki hasrat untuk yg berlebih
dari sekedar mencium. Betapa mulianya Ibnu Abbas ra. Sungguh Allah meninggikan
derajat bagi orang yang belajar.
(4) Cara Allah memberi petunjuk dan hidayah.
Janganlah kita menjadi generasi imaah, ke kanan ikut, ke kiri ikut.. Generasi ikut-ikutan?? No no
no. Harus punya prinsip dan keteguhan
jiwa. Itu akan kita dapatkan bila kita berilmu. sehingga petunjuk Allah
akan mudah masuk ke jiwa kita. Jangan jadi ALAY-JIWA MELAYANG.
Hidayah Allah sering kita lihat, banyak masuk ke
kalangan ilmuwan. Salah satuny kita lihat dari kisah ini nih.
Mr Jacques Yves Costeau adalah seorang
ahli Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis yang lahir pada 11
Juni 1910. Sepanjang hidupnya ia menghabiskan waktu dengan menyelam ke berbagai
dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan
alam dasar laut untuk ditonton oleh seluruh dunia melalui stasiun tv Discovery
Channel.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba Costeau menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur atau tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya. Sehingga seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim dan menceritakan fenomena ganjil itu kepadanya. Profesor tersebut lalu teringat ayat Alquran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez.
Ayat itu berbunyi: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing”.
Kemudian dibacakan surat Al-Furqan ayat 53 : “Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”
Terpesonalah Mr Costeau mendengar ayat-ayat Alquran itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Costeau pun berkata bahwa Alquran memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Tak lama, Mr Costeau memeluk Islam.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba Costeau menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur atau tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya. Sehingga seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim dan menceritakan fenomena ganjil itu kepadanya. Profesor tersebut lalu teringat ayat Alquran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez.
Ayat itu berbunyi: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing”.
Kemudian dibacakan surat Al-Furqan ayat 53 : “Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”
Terpesonalah Mr Costeau mendengar ayat-ayat Alquran itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Costeau pun berkata bahwa Alquran memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Tak lama, Mr Costeau memeluk Islam.
Yang lain-lain, coba cari sendiri, ada Dr. Maurice
Bucaile, Dr. Fidelma O’Leary, Dr. Jeffrey Lang, dan lainnya. Coba aja search di
mbah googel,, (cari referensi yang shahih ya)..
Al-Qur’an juga menyuruh kita untuk “critical thinking”, coba baca terjemahan
surah Al-Qoriah. Allah memulai dengan bertanya “Apakah hari kiamat itu?”..
tidak langsung menjelaskan apa itu hari kiamat..
(5) Inilah amalah yang terus bertambah.
Ilmu yang bermanfaat merupakan salah satu dari 3 amal
jariyah yang tidak akan terputus.. INGAT, pada hakikatny yg dikatakan ilmu adalah hal yg mampu mmbuat kita
semakin beriman pada Allah,, itudeh ilmu yg bermanfaat.
Kata ustad bendri “amal
itu ya lewat ilmu, ilmu itu downline/MLM berpahala”.. kita kasiih ilmu ke B,
trus B kasih ilmunya ke C, C ke D, D ke E, E ke F,, dan seterusnya. Ingat hadis
yg ini nih, Hadits arbain ke 31
Dari Abu
Hurairah r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesiapa yang mengajak ke
jalan mengerjakan sesuatu amal yang baik, adalah baginya
pahala sebanyak pahala orang-orang yang menurutnya, dengan tidak
mengurangi sedikit pun pahala itu dari pahala-pahala mereka; dan
(sebaliknya) sesiapa yang mengajak ke jalan mengerjakan sesuatu amal yang
menyesatkan, adalah ia menanggung dosa sebanyak
dosa orang-orang yang menurutnya, dengan tidak
mengurangi sedikit pun dosa itu dan dosa-dosa mereka."
(HR Muslim, Abu Daud dan Tirmizi)
(6) Pertarungan yang ada sekarang adalah pertarungan strategi, pertarungan para ilmuwan.
Sudah jarang pertarungan tentara ataupun
senjata. Apalagi di Indonesia. Pertarungan fisik paling dilakukan para pelajar
yang tawuran. Sekarang, ya ikut-ikutlah olimpiade, atau cerdas cermat. Ya sekedar
partisipasi aktif J.. Jangan yang ikut-ikut olimpiade
pelajar-pelajar nonmuslim aja. Sudah banyak si memang kita dapati pelajar
muslim menang olimpiade. Ayo mari lanjutkan,, para orang tua dan calon orang
tua,, ayoo dukung anaknya ikut olimpiade.
Umat Islam jaman
sekarang hanya bangga dengan sejarah-sejarah kejayaannya masa lalu. Imam Syafi’i
yang jadi ulama sejak 10 tahun sebelum ia baligh. Saat 10 thn itu ia mengisi
ceramah dibulan Ramadhan, dan dia minum, tidak berpuasa, jawabanya,”karena saya
tahu fiqih puasa.” Kewajiban puasa adalah bagi yang baligh. Mana lagi generasi pemuda penerus Imam
Syafi’i??? –bigQuestion-
Yap, sekian ya yang As
dapatkan di KISS kemarin. Semoga BERMANFAAT. Dan kalau ada ilmu-ilmu baru,,
infoin As ya..
#BerbagiItuIndah:)
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Senin, 25 Juni 2012
SEMANGAT MEMBINA
Membina
adalah salah satu agenda taurits. Untuk mewariskan suatu hal, apalagi itu
adalah hal kebaikan yang harus dipegang oleh orang yang luar biasa, maka
dibutuhkan pembinaan. Pembinaan dapat dilakukan secara berkala ataupun secara
insidental. Namun, untuk membentuk pribadi yang luar biasa yang wajib adalah
pembinaan berkala yang intim (akrab). Pembinaan tersebut dapat melalui halaqoh
atau mentoring atau liqo atau cerdas atau apapun itu namanya. Karena yang ana
tahu, intinya baik.
Semangat
membina harus timbul dalam tiap kader dakwah. Karena dakwah ini tidak akan
berhenti sampai akhir zaman nanti. Maka kita harus mencari pendamping dan
penerus-penerus kinerja dakwah. Cara mencarinya adalah dengan membina. Membina
berarti menjadi mentor atau murobbi menurut ana. Tidak hanya sekadar menjadi
kaka yang bisa diajak curhat atau berbagi. Namun, jika memang ini mampu untuk
melecut dan membangkitkan semangat kita dalam membina, ini sangat baik. Tidak
salah kok, jadi tetap semangat untuk memantapkan hati untuk membina.
Membina
bukan hanya penting dalam perkara taurits. Ia juga penting sebagai “bank ilmu”.
Sebuah teko tidak dapat mengisi gelas jika teko tersebut tidak berisi. Begitu
juga dengan manusia, jikalau ia tidak berilmu maka ia tidak dapat membagi ilmu
ke orang lain. Menjadi mentor membuat kita semakin terus termotivasi untuk
terus menambah tsaqofah Islamiyah. Air dalam teko pun akan menyebabkan
timbulnya lumut dan membuat air menjadi keruh bila teko tidak bergerak. Dengan
proses menambah ilmu (mengaji) dan memberikan ilmu (membina) membuat ilmu kita
selalu fresh, up to date dan semakin melekat. Sebuah teko bila telah terisi
penuh air juga akan tumpah, luber kemana-mana isinya bila tidak ada yang
menampung, dan akhirnya air yang terbuang itu sia-sia, padahal usaha sudah
dimaksimalkan pastinya untuk memenuhi teko tersebut. Begitu pula dengan
manusia, ilmu yang kita punya jangan sampai terbuang percuma ataupun terlupakan
karena tidak pernah kita sentuh dan terlalu penuh. Entah penuh dengan kesomobongan
atau apa. Dengan berbagi ilmu, setidaknya kita menambah satu amal jariyah bagi
kita, ilmu yang bermanfaat. Yang pahalanya apabila kebaikan ilmu itu dikerjakan
orang lain, maka pahala dari kebaikan itu akan bertambah juga ke pundi pahala
kita tanpa mengurangi sedikit pun pahala bagi yang mengerjakannya.
Demikianlah
filosofi teko air dan gelas yang dapat ana paparkan. Setidaknya filosofi itu
dapat sedikit demi sedikit melecut motivasi dan semangat ana pribadi dalam
membina.
Jumat, 22 Juni 2012
Al-Wala’ Wal-Baro’
Al-Wala’ Wal-Baro’
merupakan penjabaran ciri pribadi muslim yang pertama kali disebutkan, salimul
aqidah. Pengertian secara kata dari Al-Wala’
Wal-Baro’ adalah loyalitas dan antiloyalitas. Terdiri dari dua kata, Al-Wala’ yaitu loyalitas dan Al-Baro’ yaitu antiloyalitas. Kedua kata
ini merupakan suatu kesatuan layaknya dua sisi mata koin yang tak dapat
berpisah dan saling melengkapi.
Konsep Al-Wala’ Wal-Baro’ tercakup dalam
kalimat tauhid, LAA ILLAHA ILLALLAH
(Tiada Tuhan Selain Allah). Kalimat tauhid ini terdiri dari hanya 3 huruf à Alif, Lam
dan Ha. Terbentuk dari 4 kata, dengan
penjelasan sebagai berikut.
1)
Laa artinya
tidak atau penolakkan terhadap sesuatu yang berada di depan setelah kata
tersebut. Makna tidak di sini ditekankan secara keras, menandakan suatu hal
yang tidak dapat ditentang lagi.
2)
Illaha
artinya sesembahan. Karena sebelum kata Illaha
tertulis Laa, maka sesembahan di sini
ditolak keberadaannya, maksudnya menjadi sesembahan yang ditiadakan.
3)
Illa
artinya kecuali.
4)
Allah
artinya Allah, Tuhan seluruh alam.
Konsep Al-Wala’ Wal-Baro’ juga sama seperti
konsep atau makna kalimat syahadat, ASYHADU
AN-LAA ILAAHA ILLALLAAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN RASUULULLAAH (Aku Bersaksi
Tidak Ada Tuhan Selain Allah Dan Aku Bersaksi Bahwa Muhammad Adalah Utusan
Allah). Al-Wala’ dan Al-Baro’ layaknya Asyahdu an-lla Illaha Illallah
dan Asyhadu anna Muhammadan Rasuulullah, antara kata sebelum dan sesudahnya
memiliki hubungan layaknya dua sisi koin. Saling melengkapi dan memang harus
dilengkapi. Meyakini syahadat harus keseluruhan, begitu juga dengan Al-Wala’
Wal-Baro’.
“Dan sungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada
orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya
orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).”
(TQS An-Nahl ayat 36)
-> Inti dakwah Nabi adalah
mengingkari semua sesembahan kecuali Allah Azza Wa Jalla
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar."
(TQS
An-Nisaa ayat 48)
-> Syirik merupakan dosa yang tidak akan diampuni.
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat
kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.”
(TQS Muhammad ayat 19)
->Mengapa Salimul Aqidah
dijadikan ciri pribadi muslim yang pertama, ayat ini salah satu landasannya.
Tidak ada Ilah (sesembahan) selain Allah.
“Tali ikatan iman yang paling
kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah” (HR. Hakim, dihasankan Al-Albani)”
-> Iman mencapai titik
kesempurnaan saat semua-semuanya adalah karena Allah.
Al-Baro’
Baro’ = pembebasan atau anti
loyalitas. Al-Baro’ mengandung arti
mengingkari, memisahkan diri, membenci dan memerangi terhadap sesuatu selain
Allah.
Contoh
sikap Baro’:
-
Sikap Baro’
ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as terhadap kaumnya. Ketika Ibrahim as
menghancurkan patung-patung berhala kala itu.
-
Tawaran dari kaum kafir quraisy kepada Rasulullah,
agar Rasul menghentikan kegiatan dakwahnya maka beliau akan mendapatkan
kekuasaan. Dan pada akhirnya Rasulullah mengingkarinya
Diferensial
atau turunan dari Al-Baro’ adalah Hadam (penghancuran). Baro’ itu hadam terhadap sekutu-sekutu selain Allah. Contohnya adalah kisah
Nabi Ibrahim as saat menghancurkan patung-patung berhala dan peristiwa fathul
makkah, dimana Rasulullah menghancurkan kurang lebih 360 berhala.
Baro’ membedakan muslim dengan
kafir, membedakan hizbullah dengan hibusyaithon. Orang-orang beriman wajib
mengajak orang-orang kafir dengan dakwah secara hikmah.
Al-Wala’
Al-Wala’ adalah loyalitas kepada
Allah. Pengukuhan terhadap kekuasaan Allah. Selalu menaati, mendekatkan diri,
mencintai sepenuh hati, membela, mendukung dan menolong, yang kesemuannya itu
ditujukan kepada Allah, beserta agama dan hamba-hamba-Nya. Sifat wala’ yang dapat kita lakukan saat ini
adalah wala’ terhadap saudara-saudara
kita di Palestina, Suriah, Mesir (saat revolusi utamanya), Patani, Rohingya,
dsb.
Salah
satu bentuk loyalitas adalah sami’na wa
atho’na (aku dengar dan aku taat). Taat kepada pemimpin yang adil.
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak
membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan,
melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput
dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di
langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu,
melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). Ingatlah, sesungguhnya
wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.”
(TQS Yunus ayat 61-62)
-> Tidaklah luput
pengetahuan dan pengawasan Allah dari apa yang terjadi pada makhluknya.
Wala’ kepada Allah berarti
selalu mendahulukan Allah, yakinlah akan janjinya pada Surat Muhammad ayat 7,
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Diferensial
atau turunan dari Al-Wala’ yang
pertama adalah Al-Bina (membangun).
Membangun hubungan yang kuat dengan Allah, Rasulullah dan orang-orang yang
beriman, serta sistem dan aktivitas kehidupan muslim.
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan.”
(TQS Al-Hajj ayat 41)
(TQS Al-Hajj ayat 41)
-> Ciri mukmim senantiasa
menegakkan agama Allah
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia
benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan
menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji)
itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(TQS An-Noor ayat 55)
->Posisi kekhilafahan
Allah peruntukkan bagi manusia yang membangun dinnullah.
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad
yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang
tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari
dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi
atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah.
Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik
Penolong.”
(TQS Al-Hajj ayat 78)
-> Jihad di jalan Allah
dengan sebenar-benarnya jihad adalah cara paling tepat untuk membangun
dinnullah.
-> Pengertian Jihad dalam Pandangan Islam
Kata Jihad
berasal dari kata Al Jahd (ُالجَهْد) dengan difathahkan huruf jimnya yang bermakna kelelahan dan kesusahan
atau dari Al Juhd (الجُهْدُ) dengan didhommahkan huruf jimnya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna
mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah
orang yang mencapai kelelahan karena Allah dan meninggikan kalimatNya yang
menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga. Di balik jihad memerangi
jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan syetan dan
mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad
dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar. [1]
Sedangkan
Ibnu Rusyd (wafat tahun 595 H) menyatakan, “Jihad dengan pedang adalah
memerangi kaum musyrikin atas agama, sehingga semua orang yang menyusahkan
dirinya untuk dzat Allah maka ia telah berjihad di jalan Allah. Namun kata
jihad fi sabilillah bila disebut begitu saja maka tidak dipahami selain untuk
makna memerangi orang kafir dengan pedang sampai masuk islam atau memberikan
upeti dalam keadaan rendah dan hina” [2].
Ibnu
Taimiyah (wafat tahun 728H) mendefinisikan jihad dengan pernyataan, “Jihad
artinya mengerahkan seluruh kemampuan yaitu kemampuan mendapatkan yang dicintai
Allah dan menolak yang dibenci Allah” [3].
Di tempat
lainnya, beliau rahimahullah
juga menyatakan, “Jihad hakikatnya adalah bersungguh-sungguh mencapai sesuatu
yang Allah cintai berupa iman dan amal sholeh dan menolak sesuatu yang dibenci
Allah berupa kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan” [4].
Tampaknya
tiga pendapat di atas sepakat dalam mendefinisikan jihad menurut syariat Islam,
hanya saja penggunaan lafadz jihad fi sabilillah dalam pernyataan para ulama
biasanya digunakan untuk makna memerangi orang kafir. Oleh karena itu, Syaikh
‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al ‘Abaad menyatakan bahwa definisi terbaik dari
jihad adalah definisi Ibnu Taimiyah di atas dan beliau menyatakan: Dipahami
dari pernyataan Ibnu Taimiyah di atas bahwa jihad dalam pengertian syar’i
adalah istilah yang meliputi penggunaan semua sebab dan cara untuk mewujudkan
perbuatan, perkataan dan keyakinan (i’tiqad) yang Allah cintai dan ridhoi serta
menolak perbuatan, perkataan dan keyakinan yang Allah benci dan murkai. [5]
Turunan Al-Wala’ yang kedua adalah
ikhlas. Pengabdian yang murni hanya dapat dicapai dengan sikap Baro’ terhadap
selain Allah dan Wala’ terhadap Allah.
“Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
(TQS Al-Bayyina ayat 5)
-> Mukmin diperintahkan
untuk berlaku ikhlas
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama.”
”
Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.”
(TQS Az-Zummar ayat 11 dan 14)
-> Ikhlas adalah inti
ajaran Islam (Laa illaha illallah)
Konsep Wala’ dan Baro’
1)
Allah sebagai sumber >> loyalti mutlak hanya milik Allah.
2)
Rasul sebagai cara >> maksudnya bersikaplah Wala’ dan Baro’ sesuai dengan yang telah Rasulullah
contohkan.
3)
Mukmin sebagai pelaksana >> yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah.
Pelaksanaan Al-Wala’ dan Al-Baro’
tidak boleh asal-asalan.
[1] Al I’lam Bi Fawa’id Umdat Al Ahkam, Ibnu Al Mulaqqin, tahqiq
Abdulaziz Ahmad Al Musyaiqih, cetakan pertama tahun 1421H, Dar Al ‘Ashimah,
10/267.
[2] Muqaddimah Ibnu Rusyd 1/369, kami nukil dari kitab Mauqif Al Muslim Minal Qitaal Fil Fitan, Utsman Mu’allim Mahmud cetakan pertama tahun 1416 H, Dar Al Fath 41 dan majalah Al Asholah edisi 21/IV/ 15 rabi’ul awal 1420 H hal. 43
[3] Majmu’ Al Fatawa, 10/192-193
[4] ibid 10/191
[5] Al Quthuf Al Jiyaad 5
[2] Muqaddimah Ibnu Rusyd 1/369, kami nukil dari kitab Mauqif Al Muslim Minal Qitaal Fil Fitan, Utsman Mu’allim Mahmud cetakan pertama tahun 1416 H, Dar Al Fath 41 dan majalah Al Asholah edisi 21/IV/ 15 rabi’ul awal 1420 H hal. 43
[3] Majmu’ Al Fatawa, 10/192-193
[4] ibid 10/191
[5] Al Quthuf Al Jiyaad 5
sumber::
-
MR ana ^_^
Langganan:
Postingan (Atom)